Permasalahan seolah-olah tidak pernah lepas dari Jakarta. Banjir di
ibukota Jakarta seperti sebuah rutinitas saat musim hujan atau momen
tahunan yang tidak pernah selesai. Ironis memang, Jakarta yang notabene
seharusnya menjadi tempat yang aman, bebas banjir dan contoh cerminan
masyarakat Indonesia, malah kebanjiran. Tiap tahun ketinggian air di
berbagai titik banjir bukannya menyusut malah semakin tinggi. Dari
Gubernur era dulu sampai ke Gubernur terpilih sekarang ini, Jokowi,
belum ada tanda-tanda banjir Jakarta bakal teratasi.
Berikut penyebab banjir:
Rusaknya Hutan di Daerah Bogor
Jakarta adalah daerah yang dialiri beberapa sungai antara lain sungai
Ciliwung, sungai Kalibaru, sungai Krukut, sungai Angke dan sungai
Sunter. Kelima sungai tersebut berasal atau berhulu dari Kabupaten
Bogor. Rusaknya alam pegunungan di Bogor menjadi salah satu penyebabnya.
Penebangan hutan di daerah puncak Bogor, Cianjur dan daerah sekitarnya
untuk didirikan menjadi vila dan pemukiman penduduk ikut menyumbang
banjir. Ketika hujan deras, hutan yang harusnya berfungsi menjadi
penahan atau resapan air tidak mampu melakukan fungsinya dengan baik
sehingga menyebabkan air langsung mengalir ke permukaan.
Pembangunan Yang Mengabaikan Lingkungan
Tidak bisa dipungkiri, Jakarta selaku ibukota negara gencar melakukan pembangunan. Mall,
apartemen dan gedung pencakar langit seolah sudah menjadi pembangunan
wajib dari sebuah ibukota. Namun kerap kali pembangunan infrastruktur
seperti ini mengabaikan faktor lingkungan. Daerah yang tadinya
difungsikan menjadi ruang terbuka hijau dan hutan kota tidak berfungsi
dengan baik malah dibangun gedung dan mall. Kemudian banyak
konstruksi gedung yang mengabaikan sumur resapan air. Baru-baru ini
Gubernur DKI Jakarta, Jokowi membuat peraturan agar gedung dan mall membangun sumur-sumur resapan guna menampung debit air berlebih akibat hujan.
Pendangkalan Sungai dan Tersumbatnya Got
Sungai ternyata sangat berperan dalam mencegah terjadinya banjir. Namun
kenyataannya sungai di Jakarta tidak berfungsi untuk menampung air
sebagaimana mestinya. Hampir semua sungai mengalami pendangkalan akibat
tumpukan sampah. Tidak hanya sungai, got atau saluran air juga
mengalami penyumbatan. Sering dijumpai, sungai dan saluran air digunakan
sebagai tempat pembuangan sampah oleh warga. Bantaran sungai yang
seharusnya steril tidak ditempati warga malah digunakan untuk
pemukiman penduduk. Bantaran sungai Ciliwung yang lebar idealnya 50
meter kini menyempit menjadi hanya 30 meter akibat pemukiman liar.
Faktor Alam
Daerah di Jakarta 40 persen atau seluas 24.000 hektar merupakan daerah
dataran rendah. Seperti Warakas, Papanggo dan Sungai bambu di Jakarta
Utara yang tingginya berada di bawah permukaan air laut. Versi lain juga
menyebutkan kontur dataran Jakarta tidak rata (cekung) sehingga
menyulitkan air mengalir sampai ke hilir. Contohnya, ketika hujan di
kawasan Sudirman seharusnya jalur airnya menuju ke Krukut tetapi baru
sampai di Senayan terhenti karena dataran disana cekung sehingga
menyebabkan banjir.
Perilaku Manusia
Ini sebenarnya yang paling dominan menjadi penyebab dari banjir Jakarta
dari tahun ke tahun. Apalagi kalau bukan faktor kecerobohan dari
warganya. Kesadaran warga untuk berperilaku bersih dengan tidak membuang
sampah di sungai dan selokan masih sangat kurang.
Urbanisasi Yang Meningkat
Jakarta sebagai kota metropolitan tentu menawarkan kesempatan ekonomi
yang luas dan menjadi magnet bagi daerah lain. Bank Dunia menyebut
faktor urbanisasi menjadi penyumbang musibah banjir. Kurangnya fasilitas
perumahan yang memadai yang disediakan oleh pemerintah untuk pekerja
dengan kategori menengah ke bawah. Akibatnya mereka bermukim di
daerah-daerah yang sebenarnya tidak boleh ditempati seperti bantaran
sungai.
Perlu keseriusan dan kerjasama semua pihak agar banjir dapat
teratasi. Mengandalkan program dari pemerintah DKI Jakarta saja tanpa
peran serta masyarakat dalam menjaga lingkungan menjadikan upaya
mengatasi banjir akan sia-sia belaka.
0 comments:
Post a Comment