(Lanjutan dari Merelakan lebih Baik (Part 1) )
“sebenarnya untuk hal ini aku sulit sabar. Aku sulit jatuh
cinta, sekalinya jatuh cinta pasti ujungnya takkan pernah menyatu atau bertepuk
sebelah tangan”, terang Nuri.
“*pukpuk* Nuri ^_^ suatu saat pasti mereka merasakan
bagaimana perasaan kamu kok”, jawab Messi.
Sudah terbiasa memang pemandangan di kelas setiap harinya
yang menyakitkan untuk Nuri nikmati. Namun Nuri masih tetap diam dalam
mencintai sosok Petra. Teman-teman wanita Nuri terkadang kesal dengan sosok
Vila, sahabatnya. Karena menurut mereka, Vila itu entah tahu dirinya berada
dimana dan entah kemana jalan fikirnya hingga sosok pria yang disukai sahabat
sendiri pun didekatinya. Terkadang temen-teman wanita Nuri juga meletuskan
omongan pedas terhadap ketidakpekaan Petra dihadapan Petra sendiri, namun Petra
hanya memberikan senyum canda pada mereka (entah apa maksudnya).
“Vila sudah sering di antar-jemput Petra ya?” tanya Fina
pada Nuri yang entah sedang memperhatikan presentasi atau sedang melamun,
karena tatap matanya kosong dan tak berkedip.
“hey..” kaget Fina pada Nuri.
“apa sih? Ngagetin aja..” ucap Nuri.
“Petra sering antar-jemput Vila?” tanya Fina.
“entahlah, aku tak mengurusi urusan mereka.. untuk apa? Tak
ada gunanya juga..” jawab Nuri.
“tadi pagi Petra hampir telat sebelum presentasi ini, dia
bilang bahwa dia telat karna kelamaan menunggu Vila..” jelas Fina.
“ooh gitu” jawab singkatnya.
“kau tak cemburu atau marah pada Vila sebagai sahabatmu
sendiri?” tanya Fina.
“untuk apa aku cemburu dan marah pada Vila? Kalaupun aku
cemburu dan marah pada Vila pasti aku ini orang terbodoh didunia ini. Aku ini
bukan siapa-siapa dari Petra, Fin. Aku pasti lebih terlihat bodoh bila aku
benar-benar marah padanya.” jelas Nuri.
“setidaknya Vila itu sahabatmu, seharusnya dia mengerti
bagaimana perasaanmu” jawab Fina kesal.
“perasaanku biar aku yang rasa, sakitku biar aku yang rasa.
Tak usah diberi ke orang lain, karena ini memang sakit untuk dirasakan” jawab
Nuri.
“tapi mereka tak pernah peka dengan celetusan-celetusan kita
yang sering menyindir mereka” jawab Fina semakin kesal.
“sudahlah..” jawab Nuri, lalu terdiam.
Saat jam perkuliahan sedang senggang, memang seringkali
pemandangan yang sangat tak enak dipandang bagi Nuri itu telihat di sudut
kelas. Pemandangan yang dimana terkadang Petra terlihat memperhatikan Vila,
begitu pun juga sebaliknya.
“mereka memberi kenyamanan satu sama lain, wajar mereka
sedekat itu ^_^” “, bicara Nuri pada diri sendiri dengan binder dan ballpoint
yang berada di genggamannya.
“tidak seharusnya aku memiliki perasaan seperti ini, padahal
Petra sendiri lebih nyaman dengan sahabatku”, biacaranya lagi.
“kamu kenapa? Merenungi hal ini (lagi)?” tanya Messi yang
ternyata mendengar Nuri bicara bernada pelan tadi.
“tidak, hehe.. kamu udah makan? Aku lapar”, jawab Nuri.
“tak usah mengelak, matamu berbicara tuh” tunjuk Messi.
“sudahlah, aku sudah melupakan semuanya dan perasaan yang
ada. Tak sepantasnya aku seperti ini” jawab Nuri.
Kesendirian memang membuat Nuri selalu bersikap dewasa untuk
menghadapinya. Kesepian yang sudah biasa dilampaui Nuri mungkin sudah
mengajarkan untuk membebaskan segala hal yang memang tak baik untuk dipaksakan.
Nuri nyaman berteman dengan hampa, kekosongan yang
menghampiri tidak banyak memberikan rasa sakit dalam hatinya. Malah terkadang
kekosongan seperti memutarkan film masa lalu yang dijadikan sebagai
pembelajaran ke depannya.
“aku sadar memang bagaimana ketidaksempurnaanku menjadi
sosok wanita yang mengagumi pria seperti Petra, aku juga harus tahu diri
bagaimana bersikapku agar tidak meracuni kebahagiaan Petra. Petra terlihat
nyaman bersama Vila. Mungkin mereka memang saling suka, sorot mata mereka
beradu untuk saling berada dalam kenyamanan yang dalam”
“terkadang cinta memang datang disaat yang kurang tepat atau
bahkan tidak tepat sekalipun, namun cinta mengajarkan segala hal. Mengajarkan
untuk saling merelakan, saling melepaskan, demi kebahagiaan orang yang
dicintainya”
Twitter: Lya_cahyanth
Lya-nurcahya.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment