Untuk Penyebab Tangisku,
Kupandangi lagi foto-foto itu,
kuingat lagi kenangan-kenangan itu, kuingat lagi sosokmu, yang sempat
menghancurkan aku.
Sudah beberapa hari sejak peristiwa
itu, saat pertengkaran hebat kita memuncak pada kata putus, saat cekcok yang
kita alami berujung pada kata pisah. Bukan karena kita, bukan karena aku
ataupun kamu, tapi karena mantanmu. Dia begitu menggilaimu. Dia begitu
mencintai kamu. Dia masih saja sulit melupakan kamu. Dia masih saja
mengharapkan kamu, meskipun dia tahu bahwa kala itu kamu telah bersamaku.
Pesan singkatnya masih saja mengisi
inbox handphone-mu, dan tahu bagaimana perasaanku saat itu? Rasanya aku ingin
membentakmu dengan keras, rasanya aku ingin meronta pada ketidaktegasan yang
kamu tunjukkan padanya.
Tapi, kau tetaplah pria baik yang
sama seperti pertama kali kukenal, kau selalu takut untuk menolak orang-orang
yang ingin kembali masuk ke dalam hidupmu, meskipun dia telah mengiris-iris
perasaanmu, meskipun dia telah merusak dan mematahkan hatimu. Dan, kebaikanmu
yang terlalu berlebihan itu berimbas padaku, menyebabkan cemburu mengalir deras
didarahku, dari vena sampai arteri, hanya ada emosi yang tiba-tiba merasuki.
Apa salahku sehingga kamu berbuat begini?
Kau tahu? Sebenarnya aku masih
mencintaimu, sebenarnya tak ada yang lain yang bisa membuatku tersenyum, selain
kamu. Tapi, semua telah terlanjur terjadi, kata putus yang kulontarkan dengan
emosi kini menjadi sesal yang tak terganti.
Sempat kala itu kaumengajakku untuk
kembali, seperti dulu, saat mantanmu tak menganggu hubungan kita, saat kita
bisa bahagia dengan jalan kita, aku dan kamu yang dulu satu. Tapi, entah
mengapa, aku ragu untuk kembali bersatu denganmu. Entah mengapa masih ada yang
mengganjal dalam hatiku. Entahlah... Semua terjadi di luar perkiraanku, kita
seperti dipermainkan takdir, sedangkan aku dan kamu tak sempat membaca aturan
main.
Aku tidak pernah berbohong kalau aku
berkata rindu. Aku tak pernah menggunakan topeng ketika aku berkata tentang
cinta padamu. Aku mencintaimu, setulus dan sesederhana itu.
Tapi, sekeras apapun perjuanganku,
mengapa tetap saja sulit membuatmu, menatapku?
0 comments:
Post a Comment