Pengorbanan
dan perjuangan yang tulus adalah usaha yang dilakukan untuk menggapai yang
terbaik dengan hati yang tulus meskipun banyak rintangan di tengah usahanya.
Aku
jadi teringat masa-masaku dahulu saat putih abu-abu. Dimana perjuanganku untuk mempertahankan
suatu perasaan, namun pada akhirnya aku di sia-siakan oleh seseorang yang
sempat hadir dan membawaku ke lorong kebahagiaan.
Saat
itu hubunganku dengannya sudah hampir 2 tahun dengan Dwipangga, ya.. sebut saja
panggilannya Pangga. Hubungan kami yang hampir 2 tahun ini memang agak rumit di
kurang lebih 2 bulan saat-saat berakhirnya kisah kami. Cekcok antara aku dan
Pangga sering terjadi, hasut demi hasutan kawan-kawan Pangga pun makin
memerahkan emosionalnya untuk terus menyudahi segala yang sudah dipertahankan
selama kurang lebih 2 tahun silam.
Dan akhirnya..
“ya udah kita putus. Gue
punya jalannya sendiri, begitu pun juga lo! Gue malu punya cewe kayak anak kecil,
gak bisa dewasa kayak lo” Amarahnya yang membludak di sore itu di koridor kelas
yang sudah lumayan sepi, namun ada beberapa kawan-kawannya Pangga yang masih
mengintip di belakang jendela kelas sepertinya.
“kamu yakin? Aku mau
jelasin semuanya. Kamu jangan terprofokator sama omongan mereka dong, ini yang
ngejalanin kan kita bukan mereka..” jawabku lemas.
“gue udah benci sama
lo!” dan kemudian ia pergi begitu saja meninggalkan aku yang sedang berusaha
untuk tidak menangis, tapi.. ah, menetes juga titik demi titik airmata.
Seperti
luka tergores silet dan kemudian dibalutkan air garam, perih rasanya. Saat itu
aku serasa seperti wanita tercengeng di dunia, setiap hari hanya bisa menangis
dan menangis. Sakit hati yang ku rasa mungkin sulit terobati, bagaimana tidak?
Kisah-kisah indah dalam kurung waktu kurang lebih 2 tahun itu adalah kisah yang
sulit terlupakan. Dimana Pangga sering mengatakan “masa depan aku kan ada sama
kamu, aku akan berusaha semaksimal mungkin agar kita bahagia”.
Saat
itu aku memutuskan untuk main ke rumah Pangga, ingin mencoba memperbaiki apa
yang telah membuat semuanya seperti ini. Setelah sampai rumahnya..
“mas Pangga belum
pulang kayaknya deh kak..” kata Yuda (adiknya Pangga) saat membukakan pintu
untukku.
“belum pulang? Oh
yaudah ga apa-apa, aku cuma mau main kok. Mamah mana?” Tanyaku.
Tak lama kemudian suara
motor datang mendekat, dan ternyata Pangga datang.
“lo ngapain kesini?”
tanya Pangga sambil membuka helmnya dan kemudian masuk rumah.
“mau main aja kok”
jawabku sambil masuk rumah.
“oh” singkat Pangga.
“aku mau tanya,
sebenernya apa sih yang ada di benak kamu sampe kamu sejahat ini sama aku? Kamu
yang sekarang tuh kayak bukan kamu”
“gue yang dulu sayang
lo dan gue yang sekarang benci sama lo maksutnya? Haa..haa..”
“emang bisa secepat ini
ya perasaan kamu luntur? Padahal 3 hari yang lalu kita masih ketawa bareng,
bercanda bareng”
“lo dateng kesini cuma
mau bilang itu? Mendingan lo pulang aja kalo gitu”
“aku cuma mau berusaha memperbaiki
semuanya! Kamu itu bercanda kan?”
“gue gak bercanda! Pulang
sana!!”
“kamu lebih denger
mereka dibanding aku, aku sama sekali gak sama kayak yang mereka bilang. Kamu ga
akan kasih kesempatan?”
“kesempatan buat apa? Haa..haa
lo rubah aja dulu sikap lo jadi dewasa”
“percuma kalo aku
berubah dewasa tapi kamu selalu ke hasut sama perkataan mereka. Aku berubah
buat apa? Kamu ga pernah percaya aku dan..”
“lo berisik tau nggak!”
Pangga
keluar rumah dan meninggalkan aku yang tengah berusaha menjelaskan. Kecewa memang
pasti ku rasa. Aku mencoba ikhlas menerima segala keputusannya, aku hargai jika
memang ia tak lagi sama dengan yang dulu.
Beberapa
hari kemudian Pangga kembali menegurku via pesan singkat, komunikasi kami
kembali terjalin dan sempat meminta maaf atas sikapnya. Senangnya aku bukan
main mendengarnya. Tapi Pangga kembali tak seperti dulu, dia bilang bahwa tak
boleh ada seorang pun yang tau kalau kita masih saling komunikasi. Malukah ia
mengenalku lagi? Apa aku memang tak pantas kalau hanya sekedar komunikasi
dengannya?
Suatu
hari sepulang sekolah aku masih duduk dengan kawan-kawanku di koridor kelas,
kulihat Pangga mengendarai motornya menghampiri kelasnya (kelas Pangga
bersebelahan dengan kelasku). Ingin sekali ku menegurnya seperti dulu saat ia
lewat di hadapanku, tapi ku ingat lagi dia tak ingin seorang pun tau kalau aku
masih komunikasi dengannya. Pandanganku seperti tak ingin lepas daan.. ternyata
ia menjemput wanita, dia Saski yang katanya sih dia sahabat Pangga. Saski ini
yang membuat dan memperkeruh saat Pangga mulai emosi padaku. Saski sendiri
memang sudah punya kekasih, tapi entahlah sikapnya yang selalu terlihat ganjen pada setiap laki-laki itu membuat
laki-laki selalu ingin dekat dengannya. Bentuk tubuh Saski juga bagus,
perawakannya memang bahenol dan wajah yang merah merekah dilihatnya. Melihat hal
itu aku langsung masuk kekelas seolah tak ingin melihat kebersamaan mereka,
takut hatiku seperti teriris lagi.
Hari
demi hari memang tak lagi indah seperti dulu, perjuangan yang sudah ku lakukan
juga sudah usai. Tak ada lagi tangis karena sosok Pangga. Aku memutuskan untuk
melupakannya meskipun sulit. Ya, sangatlah sulit. Saaaangat sulit.
Kini
aku terkadang malah tertawa sendiri karena tangisan bodohku yang dulu. Aku sadar
bahwa Pangga meninggalkan aku karena Tuhan pasti sudah menyiapkan yang terbaik
untukku nanti.
Saat
aku mulai beraktifitas dengan karirku di permodelan dan terlalu sibuk dengan
hobi dan kuliahku, makin banyak yang sayang denganku. Dan pernah suatu itu
Pangga kembali menghubungiku lagi, dan entah kenapa aku hanya tertawa kecil, “tumben,
kenapa lo hubungi gue lagi?”
“engga kok, lo udah
banyak fans ya sekarang. Dulu emang udah ada, tapi masih sedikit” jawab Pangga.
“ah enggak, mereka
temen gue yang udah support gue buat bangkit selama ini. Dan pastinya mereka
lebih berarti daripada lo :)
“ jawabku halus.
“lo udah pemotretan
dimana aja? Bisa kali nanti kapan-kapan gue temenin :D “
“haha makasih, gue udah
dewasa jadi bisa kemana aja sendiri kok, gue bisa jaga diri. Kan gue bukan anak
kecil” (balasan ku ini dengan tujuan agar dia sadar akan amarahnya dia di waktu
lampau)
Sikap Pangga yang
kuperhatikan makin hari semakin aneh dan aku selalu berkata dalam hati “kayaknya
yang harus berubah dewasa tuh elo deh, bukan gue :)”.
Tapi terimakasih banyak
untuk Pangga yang sudah sempat hadir mewarnai hari-hariku selama kurang lebih 2
tahun, terimakasih sudah meninggalkan aku. Karena aku sadar, kamu meninggalkan
aku, karena kamu memang bukan yang terbaik. Dan aku berterima kasih, kalau aku
tidak lepas darimu pasti hidupku tak bisa sebebas seperti sekarang ini.
Terimakasih Tuhan.. :)
Twitter: @Lya_cahyanth
0 comments:
Post a Comment