Aku pernah
berfikir bahwa ternyata semua pria sama saja. Tapi aku tahu, di kuping Pria
pasti akan sangat terbakar ketika mendengarnya. Pernah aku berkata seperti itu,
tanpa fikir panjang dan tanpa ancer-ancer
untuk mengungkapkannya. Ya, namanya juga wanita yang penuh emosional..
Tapi kali
ini berbeda, aku seperti berada dalam gumukan pasir yang teramat panas. Rasanya
menyiksa, perih dan sakit. Mengapa? Hmm. Ku kira ketika ditanya mengapa aku
akan baik-baik saja ketika ku menjawabnya “gapapa”
, tapi ternyata tidak. Aku berkata tak sesuai dengan apa yang hati ini rasakan.
Kau ingat?
Pertama kali
kau menyapaku lembut dengan bahasa yang kuanggap itu adalah sapamu yang
menyejukkan untukku. Pertama kali kulihat matamu dari dekat dan aku berharap
waktu berhenti tak berputar, agar aku mampu menatapmu lebih lama bahkan sampai
semesta bosan. Kau merasakannya? Tidak? Pantas. Pantas saja kau pergi
diam-diam. Pantas saja kau tak mengabari aku setelah pertemuan pertama itu. Aku
fikir aku tak akan pernah bertemu denganmu lagi, tapi ternyata Tuhan
menciptakan “Kebetulan”. Kebetulan-kebetulan yang membuat kita saling bertemu,
dengan penuh ketidaksengajaan aku berada disampingmu, dan begitu juga denganmu.
Ingin ku
putar semisal ada kamera CCTV yang mengintai kita saat itu. Tawa canda pecah
yang kita ukir dalam waktu seharian penuh, tanpa beban dan tanpa pengganggu. Aku
fikir tawa canda itu akan berlanjut..
Aku fikir
indahnya matamu akan bisa kutatap lagi dikemudian hari..
Aku fikir
genggam tanganmu yang seolah takut kehilanganku itu nyata..
Ah..
Aku kecewa..
Aku marah
dengan diriku sendiri..
Hai, pria
melankolis yang genggamannya dingin..
Tadinya aku
mulai menuangkan kalimat bahwa pria itu sama saja, tapi aku tak sanggup. Mengapa?
Karna kau
beda, beda dengan yang lain. Ya, meski kau tak bertanggung jawab atas perasaan
ku yang telah kau lahirkan. Perasaan yang menggebu-gebu ingin terus bersamamu.
Aku terus
mencoba untuk memahami, aku masih terus berusaha untuk mengrti apa yang kau
cari. Mungkin memang wanita itu yang terbaik. Wanita cantik berwajah oriental,
dengan mata sipit, bibir tipis dan senyum yang menawan.
Aku bercermin
dan menyadari diri. Mungkin bukan aku yang kau cari..
Tapi, ada
satu hal yang aku sesali..
Mengapa aku
hanya menikmati senyumanmu hanya satu hari?
Mengapa aku
hanya mampu merasakan genggam tanganmu hanya satu hari?
Mengapa aku
merasa sebagai tuan putri yang ditemani rajanya hanya satu hari?
Kenapa hanya
satu hari, Tuhan?
Oh..
Apa mungkin
Kau menciptakan satu hari itu untuk dilupakan?
Mungkin Kau
takut bila hamba-Mu ini akan sulit melupakannya kelak bukan? Sama seperti
ketika ditinggal pergi oleh pria sebelumnya. Iya kah?
Rinduku semakin
memupuk kian hari, semakin merunduk disetiap abad karna tak mampu menopang
tegak lagi.
Rindu ini
bagai angin, yang hempas hanya sesaat..
Rindu ini
bagai hujan, yang turun hanya sebatas untuk membasahi..
Rindu ini
bagai detik, yang berjalan dan mudah melaju hingga jam..
Rindu ini
berlalu begitu saja,
Tanpa balasan..
Untuk pria
yang pernah mengajariku bagaimana caranya bertemu seseorang dengan penuh
keramahan..
Aku merindukanmu,
merindukan segalanya darimu..
Dan bila
kau sanggup..
Akankah kau
akan mengulangi satu hari itu kembali?
0 comments:
Post a Comment