Sajak untuk sosok yang
pernah Kau ciptakan untuk menemani kami sebentar..
Kepada sosok yang tak
pernah ku lupa paras sempurnanya..
Aku ingin berkeluh
kesah. Akankah kau memberikanku waktu sebentar? Untuk sekedar bercerita semasa
kau tak menemaniku lagi disini.
Akankah kau meminjamkan
pundakmu sesaat? Untuk sekedar bersandar dan tertawa bersama untuk
menghempaskan rasa kehilangan yang ada..
Titik keberadaanmu
sudak tak terlihat kasat mata lagi..
Keringat lelah dan
engah nafasmu sudah tak ku ketahui lagi..
Wahai rajaku yang tak pernah tergantikan,
Kini aku mencoba untuk
menjadi sepertimu. Bukan dengan maksud ingin menggantikanmu, aku hanya ingin
membahagiakan orang terkasih sama seperti yang kau lakukan saat itu. Dengan jerih
payah yang kau bagi disetiap waktunya, paruh waktu yang kau sempatkan untuk
berbicara banyak hal kepadaku ketika kau menyandarkan badan tegakmu di sofa
kesayanganmu.
Ayah..
Banyak cerita yang kau
tuturkan setiap harinya. Banyak harapan yang kau perjuangan untuk orang-orang
yang sangat menyayangimu.
Aku tak pernah
melupakannya, niat pun tak pernah ada.
Ayah..
Bila kau tau saat ini
apa yang ku raih dan ku genggam, kau pasti akan turut bersorak atas semua ini. Sorak
gembira bersama kami disini. Kau bisa tebak apa yang aku genggam dan ku raih? Saat
ini aku menggenggam beberapa helai kain hitam yang sudah menjadi jahitan dengan
bentuk pakaian dengan ukuran lebih besar dari pakaianku biasanya. Saat ini aku
meraih gelar, gelar Sarjana Teknik yang kau harapkan sejak lama. Gelar ini tak
pernah lepas dari perjuanganmu saat itu, Ayah..
Ingin ku memelukmu,
sama seperti kawan-kawanku yang bersorak sorai dengan tangis bahagia dalam
pelukan kedua orang tuanya. Hari itu aku hanya memeluk teman hidupmu ayah,
orang yang paling berarti dalam hidupku juga, sama sepertimu. Ibu. Iya, Ibu. Hanya
Ibu. Aku menyayanginya lebih dari apapun. Orang yang kau cintai sejak dulu
sehingga kau dapat memiliki 2 orang anak, aku dan adik. Anak-anak yang ingin
selalu memenuhi apa yang kau inginkan dan apa yang membuatmu bangga sepanjang
umurmu.
Ayah..
Tak sedikitpun rasa
sesalku ada atas kepergianmu. Tapi maaf, kali ini aku memiliki hati jelek. Aku iri,
ayah. Aku iri pada mereka. Mengapa tak kau tunggu kami sampai kami benar-benar
bisa memenuhi kebahagiaanmu? Aku tak ingin menyalahkan takdir yang t’lah kami lalui.
Aku juga tak ingin menyalahkan suratan yang mengaturmu untuk mendahului kami..
Ketika sakit ini
menghujam rasa terdalamku, seakan aku tak memiliki rasa semangat sedikitpun
untuk membuat duniaku berwarna lagi, aku merasa seperti orang terapuh didunia. Aku
seperti orang terlemah dijagat raya ini. Ku lihat di sisi tempat tidurku setiap
ku ingin tertidur lelap dalam malam, ada sekotak gambar. Gambar ceria, ceriaaaa
sekali. Setiap ingin ku pejamkan mata, ku sempatkan waktuku untuk bercerita
pada benda kotak itu. Meski terlihat seperti orang yang bodoh karna berbicara
pada benda mati, tapi itulah caraku untuk berbagi cerita keseharianku padamu,
ayah. Dengan memandang foto kita berempat, dengan paras bahagia tentunya.
Aku hanya ingin
mengatakan atas apa yang terjadi pada hari-hariku setelah kepergianmu..
Dan hanya ingin
mengungkapkan rasa banggaku atas semua yang telah aku capai dengan jerih
payahmu yang tersisa sampai saat ini.
Terima kasih dalam
doaku tak akan pernah habis, ayah..
Rasa rindu dan sayangku
yang tak pernah terlupa di setiap bait doaku..
Karna merindukanmu
adalah separuh dari rasa semangatku..
Untukmu Ayah..
0 comments:
Post a Comment