Thursday, May 28, 2015

Dan Tak Seharusnya





Kala langit senja mulai memerah, aku masih terpaku disini. Ditempat yang sangat ramah dan damai untukku. Iya, ditengah-tengah padang ilalang bersama sejuknya ilalang-ilalang yang di hembus angin sore. Teringat perkataan seseorang yang selalu menenangkan aku saat itu.

“Mengapa kau terus bersedih dan terlarut akan perasaanmu yang tak pernah terbalas? Sedangkan diluar sana banyak yang memperjuangkanmu untuk menggapai cinta yang selama ini kau harapkan meski tak sesuai dengan yang kamu mau.”

Hingga saat ini sosok itu masih ada. Entah tersadari ataupun tidak, meski aku pun sudah memiliki kesayangan tersendiri. Sebut saja ia Hengky, sosok yang sejak lama dekat denganku dan mungkin ia sudah mengenal seluk hingga belukku. Bagaimana tidak? Aku pun sempat menyimpan rasa padanya dalam kurung waktu yang cukup lama, namun aku dan dia tak kunjung menjadi kita karena ia terlalu lama memposisikan hatiku dalam gantungan baju (yaa if u know with I mean aja lah yaa).

Ditengah-tengah kebersamaanku dengan Hengky ternyata ada yang lain yang sedang memperjuangkanku. Aku menyadari hal itu, dan ternyata sosok ini memang selalu ada untukku meski badai besar menerjangku saat itu. Saat itu memang gelombang-gelombang kehidupanku memang sedang goyah, keadaan yang bisa digolongkan ke dalam situasi kritis sepertinya. Banyak yang menjauh, dan hanya yang benar-benar menggenggamku yang akan membuatku bangkit. Nah disanalah yang membuatku kagum, dialah Vino. Pada kala itu sosok Hengky hanya sekedar menyemangatkanku melalui pesan-pesan singkat yang tak pernah putus agar ia mengetahui kondisiku.

Setelah kurang lebih 3 tahun aku menjalani kebersamaan bersama Vino. Bahagia, nyaman, dan perasaan lainnya yang menunjukkan aku tak pernah sedih sedikitpun bersamanya. Aku merasa bersyukur memiliki dan menyayanginya. Namun di sisi lain aku memperhatikan perubahan Hengky yang sedikit murung.

“Gin, kalo misalkan ada orang yang masih sayang sama lo. Lo akan berbuat apa?”

Aku sedikit kaget, mengapa pertanyaan itu yang terlontar dari mulutnya. Ku akui memang kedekatanku dengan Hengky memang tak perlu dipertanyakan lagi.

“Kok nanyanya gitu ky?”
“Gapapa, nanya aja”
“Ya mungkin gue pun cuma bisa sekedar menghargai sama orang yang udah sayang sama gue, atau gue juga bales sayang juga sekedar sayang yang ga melebihi temen. Saling menyayangi itu kewajiban setiap manusia kan? Kan cinta damai, hehe”
“Ah bisa aja lo ngarangnya. Lo kan juga udah punya Vino ya, ya ga mungkin juga balesnya lebih dari temen”
“Nah tuh udah pinter, ngapain nanyaaaaa”

Mendengar perkataanku ia sedikit murung, aku seperti merasakan apa yang ia rasakan. Pasti rasanya sesak dan sakit untuk menerimanya. Namun aku memang sayangkan sebelumnya, Hengkyyyyyy kenapa lo ga pernah bilang kalo lo sayang sama gue? Sebenarnya antara aku dan dia memang sudah saling menyadari atas perasaan yang hadir dalam diri masing masing. Hanya saja mungkin waktu tak pernah menjawab kapan kita akan bersatu dan hingga akhirnya aku menyerah dan menyambut Vino yang memperjuangkan aku.

Sekitar sebulan yang lalu aku mendapat kabar bahwa Hengky tlah memiliki kekasih. Aku berkata aku turut bahagia. Namun ada yang aneh dalam hal ini. Entah mengapa hati terasa sesak dan sakit.

Hengky mengirim pesan singkat untuk memberitahuku.

“Hai Gina..”
“Hai ky, tumben. Ada apa? Kayanya lagi bahagia-bahagianya nih ya hehe di Path nya sumringah gitu” (mungkin aku juga termasuk orang yang sering memperhatikannya sejak dulu)
“Hehehe iya ah tau aja lagi -_-“
“Cieee pacar baru nih? Akhirnyaaa.. ”
“Ah engga kok, jangan ngeledek dong”
“Udah ngaku aja sih, masih kaku aja kan sama gue”
“Hehehe iya iya, tapi lagi sedih nih. Dia lagi sakit, sedih terus bawaannya, Gin..”

Hei, perasaan apa ini. Memulai pembicaraan ini hatiku seperti tersambar petir. Rasa apa ini? Mengapa aku merasa sesak? Mengapa aku merasa sakit? Tak seharusnya aku merasakan hal ini. Harusnya aku bahagia mendengarnya. Aku menjawab dengan kalimat-kalimat yang seharusnya, bukan dengan kalimat-kalimat yang saat ini sedang ku rasa.

“Yeeh yaudah lo ajak ketawa aja biar kek orang sableng haha”
“Ah lo mah serius juga, kira-kira dia bakal suka apaan ya. Pengen bikin surprise buat dia deh biar seneng gitu”
“Apa ya, dia suka boneka? Atau kasih dia karikatur gambar kalian, itu kan lucu pasti dia seneng deh”
“Oh iya Gin, lo kan pinter design sekaligus editing tuh. Bantuin lah hehe, bikin ya? Ya ya ya?”

Sedikit berat, namun aku tak boleh terlihat murung. Dan entah mengapa pembicaraan ini memang membuatku terdiam sejenak.

”Iya iyaaa, bawel”

Aaaah Hengky!! Perasaanku kini campur aduk. Sakit iya, nyesek iya. Duh ! Tak seharusnya aku merasakan hal ini. Namun rasa ini tak pernah mengurangi rasa sayangku terhadap Vino sedikitpun. Rasaku utuh. Namun ini aneh, apa ini cemburu? Cemburu untuk apa? Bukankah harusnya aku bahagia? Aku seperti merasakan perasaan yang ia rasakan selama aku menjalin kebersamaan bersama Vino selama ini.

Tak seharusnya aku sedih melihatnya bahagia kekasihnya.
Tak seharusnya aku murung mendengar cerita-cerita bahagianya bersama wanitanya.
Tak seharusnya aku begini, dan sudah seharusnya aku mendoakan yang terbaik untuknya.

0 comments:

Post a Comment