Saturday, August 31, 2013

Perjuangan yang sudah usai



Pengorbanan dan perjuangan yang tulus adalah usaha yang dilakukan untuk menggapai yang terbaik dengan hati yang tulus meskipun banyak rintangan di tengah usahanya.

Aku jadi teringat masa-masaku dahulu saat putih abu-abu. Dimana perjuanganku untuk mempertahankan suatu perasaan, namun pada akhirnya aku di sia-siakan oleh seseorang yang sempat hadir dan membawaku ke lorong kebahagiaan.

Saat itu hubunganku dengannya sudah hampir 2 tahun dengan Dwipangga, ya.. sebut saja panggilannya Pangga. Hubungan kami yang hampir 2 tahun ini memang agak rumit di kurang lebih 2 bulan saat-saat berakhirnya kisah kami. Cekcok antara aku dan Pangga sering terjadi, hasut demi hasutan kawan-kawan Pangga pun makin memerahkan emosionalnya untuk terus menyudahi segala yang sudah dipertahankan selama kurang lebih 2 tahun silam.

Dan akhirnya..

“ya udah kita putus. Gue punya jalannya sendiri, begitu pun juga lo! Gue malu punya cewe kayak anak kecil, gak bisa dewasa kayak lo” Amarahnya yang membludak di sore itu di koridor kelas yang sudah lumayan sepi, namun ada beberapa kawan-kawannya Pangga yang masih mengintip di belakang jendela kelas sepertinya.
“kamu yakin? Aku mau jelasin semuanya. Kamu jangan terprofokator sama omongan mereka dong, ini yang ngejalanin kan kita bukan mereka..” jawabku lemas.
“gue udah benci sama lo!” dan kemudian ia pergi begitu saja meninggalkan aku yang sedang berusaha untuk tidak menangis, tapi.. ah, menetes juga titik demi titik airmata.

Seperti luka tergores silet dan kemudian dibalutkan air garam, perih rasanya. Saat itu aku serasa seperti wanita tercengeng di dunia, setiap hari hanya bisa menangis dan menangis. Sakit hati yang ku rasa mungkin sulit terobati, bagaimana tidak? Kisah-kisah indah dalam kurung waktu kurang lebih 2 tahun itu adalah kisah yang sulit terlupakan. Dimana Pangga sering mengatakan “masa depan aku kan ada sama kamu, aku akan berusaha semaksimal mungkin agar kita bahagia”.

Saat itu aku memutuskan untuk main ke rumah Pangga, ingin mencoba memperbaiki apa yang telah membuat semuanya seperti ini. Setelah sampai rumahnya..

“mas Pangga belum pulang kayaknya deh kak..” kata Yuda (adiknya Pangga) saat membukakan pintu untukku.
“belum pulang? Oh yaudah ga apa-apa, aku cuma mau main kok. Mamah mana?” Tanyaku.
Tak lama kemudian suara motor datang mendekat, dan ternyata Pangga datang.
“lo ngapain kesini?” tanya Pangga sambil membuka helmnya dan kemudian masuk rumah.
“mau main aja kok” jawabku sambil masuk rumah.
“oh” singkat Pangga.
“aku mau tanya, sebenernya apa sih yang ada di benak kamu sampe kamu sejahat ini sama aku? Kamu yang sekarang tuh kayak bukan kamu”
“gue yang dulu sayang lo dan gue yang sekarang benci sama lo maksutnya? Haa..haa..”
“emang bisa secepat ini ya perasaan kamu luntur? Padahal 3 hari yang lalu kita masih ketawa bareng, bercanda bareng”
“lo dateng kesini cuma mau bilang itu? Mendingan lo pulang aja kalo gitu”
“aku cuma mau berusaha memperbaiki semuanya! Kamu itu bercanda kan?”
“gue gak bercanda! Pulang sana!!”
“kamu lebih denger mereka dibanding aku, aku sama sekali gak sama kayak yang mereka bilang. Kamu ga akan kasih kesempatan?”
“kesempatan buat apa? Haa..haa lo rubah aja dulu sikap lo jadi dewasa”
“percuma kalo aku berubah dewasa tapi kamu selalu ke hasut sama perkataan mereka. Aku berubah buat apa? Kamu ga pernah percaya aku dan..”
“lo berisik tau nggak!”

Pangga keluar rumah dan meninggalkan aku yang tengah berusaha menjelaskan. Kecewa memang pasti ku rasa. Aku mencoba ikhlas menerima segala keputusannya, aku hargai jika memang ia tak lagi sama dengan yang dulu.

Beberapa hari kemudian Pangga kembali menegurku via pesan singkat, komunikasi kami kembali terjalin dan sempat meminta maaf atas sikapnya. Senangnya aku bukan main mendengarnya. Tapi Pangga kembali tak seperti dulu, dia bilang bahwa tak boleh ada seorang pun yang tau kalau kita masih saling komunikasi. Malukah ia mengenalku lagi? Apa aku memang tak pantas kalau hanya sekedar komunikasi dengannya?

Suatu hari sepulang sekolah aku masih duduk dengan kawan-kawanku di koridor kelas, kulihat Pangga mengendarai motornya menghampiri kelasnya (kelas Pangga bersebelahan dengan kelasku). Ingin sekali ku menegurnya seperti dulu saat ia lewat di hadapanku, tapi ku ingat lagi dia tak ingin seorang pun tau kalau aku masih komunikasi dengannya. Pandanganku seperti tak ingin lepas daan.. ternyata ia menjemput wanita, dia Saski yang katanya sih dia sahabat Pangga. Saski ini yang membuat dan memperkeruh saat Pangga mulai emosi padaku. Saski sendiri memang sudah punya kekasih, tapi entahlah sikapnya yang selalu terlihat ganjen pada setiap laki-laki itu membuat laki-laki selalu ingin dekat dengannya. Bentuk tubuh Saski juga bagus, perawakannya memang bahenol dan wajah yang merah merekah dilihatnya. Melihat hal itu aku langsung masuk kekelas seolah tak ingin melihat kebersamaan mereka, takut hatiku seperti teriris lagi.

Hari demi hari memang tak lagi indah seperti dulu, perjuangan yang sudah ku lakukan juga sudah usai. Tak ada lagi tangis karena sosok Pangga. Aku memutuskan untuk melupakannya meskipun sulit. Ya, sangatlah sulit. Saaaangat sulit.

Kini aku terkadang malah tertawa sendiri karena tangisan bodohku yang dulu. Aku sadar bahwa Pangga meninggalkan aku karena Tuhan pasti sudah menyiapkan yang terbaik untukku nanti. 

Saat aku mulai beraktifitas dengan karirku di permodelan dan terlalu sibuk dengan hobi dan kuliahku, makin banyak yang sayang denganku. Dan pernah suatu itu Pangga kembali menghubungiku lagi, dan entah kenapa aku hanya tertawa kecil, “tumben, kenapa lo hubungi gue lagi?”

“engga kok, lo udah banyak fans ya sekarang. Dulu emang udah ada, tapi masih sedikit” jawab Pangga.
“ah enggak, mereka temen gue yang udah support gue buat bangkit selama ini. Dan pastinya mereka lebih berarti daripada lo :) “ jawabku halus.
“lo udah pemotretan dimana aja? Bisa kali nanti kapan-kapan gue temenin :D “
“haha makasih, gue udah dewasa jadi bisa kemana aja sendiri kok, gue bisa jaga diri. Kan gue bukan anak kecil” (balasan ku ini dengan tujuan agar dia sadar akan amarahnya dia di waktu lampau)
Sikap Pangga yang kuperhatikan makin hari semakin aneh dan aku selalu berkata dalam hati “kayaknya yang harus berubah dewasa tuh elo deh, bukan gue :)”. 

Tapi terimakasih banyak untuk Pangga yang sudah sempat hadir mewarnai hari-hariku selama kurang lebih 2 tahun, terimakasih sudah meninggalkan aku. Karena aku sadar, kamu meninggalkan aku, karena kamu memang bukan yang terbaik. Dan aku berterima kasih, kalau aku tidak lepas darimu pasti hidupku tak bisa sebebas seperti sekarang ini.

Terimakasih Tuhan.. :)

Twitter: @Lya_cahyanth

0 comments:

Post a Comment